03 Mei 2009

Aurat di dalam 4 mazhab

MAZHAB HANAFI


Dalam kitab al-Ikhtiyar, salah satu kitab Mazhab Hanafi,
disebutkan: Tidak diperbolehkan melihat wanita lain kecuali
wajah dan telapak tangannya, jika tidak dikhawatirkan timbul
syahwat. Dan diriwayatkan dari Abu Hanifah bahwa beliau
menambahkan dengan kaki, karena pada yang demikian itu ada
kedaruratan untuk mengambil dan memberi serta untuk mengenal
wajahnya ketika bermuamalah dengan orang lain, untuk
menegakkan kehidupan dan kebutuhannya, karena tidak adanya
orang yang melaksanakan sebab-sebab penghidupannya.
Beliau berkata: Sebagai dasarnya ialah firman Allah, "Dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali apa yang
biasa tampak daripadanya." (an-Nur: 31 )
Para sahabat pada umumnya berpendapat bahwa yang dimaksud
ayat tersebut ialah celak dan cincin, yaitu tempatnya
(bagian tubuh yang ditempati celak dan cincin). Hal ini
sebagaimana telah saya jelaskan bahwa celak, cincin, dan
macam-macam perhiasan itu halal dilihat oleh kerabat maupun
orang lain. Maka yang dimaksud disini ialah 'tempat
perhiasan itu,' dengan jalan membuang mudhaf dan menempatkan
mudhaf ilaih pada tempatnya.
Beliau berkata, adapun kaki, maka diriwayatkan bahwa ia
bukanlah aurat secara mutlak, karena bagian ini diperlukan
untuk berjalan sehingga akan tampak. Selain itu, kemungkinan
timbulnya syahwat karena melihat muka dan tangan itu lebih
besar, maka halalnya melihat kaki adalah lebih utama.
Dalam satu riwayat disebutkan, kaki itu adalah aurat untuk
dipandang, bukan untuk shalat.1

MAZHAB MALIKI

Dalam syarah shaghir (penjelasan ringkas) karya ad-Dardir
yang berjudul Aqrabul Masalik ilaa Malik, disebutkan:
"Aurat wanita merdeka terhadap laki-laki asing, yakni yang
bukan mahramnya, ialah seluruh tubuhnya selain wajah dan
telapak tangan. Adapun selain itu bukanlah aurat."
Ash-Shawi mengomentari pendapat tersebut dalam Hasyiyah-nya,
katanya, "Maksudnya, boleh melihatnya, baik bagian luar
maupun bagian dalam (tangan itu), tanpa maksud
berlezat-lezat dan merasakannya, dan jika tidak demikian
maka hukumnya haram."
Beliau berkata, "Apakah pada waktu itu wajib menutup wajah
dan kedua tangannya?" Itulah pendapat Ibnu Marzuq yang
mengatakan bahwa ini merupakan mazhab (Maliki) yang masyhur.
Atau, apakah wanita tidak wajib menutup wajah dan tangannya
hanya si laki-laki yang harus menundukkan pandangannya? Ini
adalah pendapat yang dinukil oleh al-Mawaq dari 'Iyadh.
Sedangkan Zurruq merinci dalam Syarah al-Waghlisiyah antara
wanita yang cantik dan yang tidak, yang cantik wajib
menutupnya, sedangkan yang tidak cantik hanya mustahab.2

MAZHAB SYAFI'I

Asy-Syirazi, salah seorang ulama Syafi'iyah, pengarang kitab
al-Muhadzdzab mengatakan:

"Adapun wanita merdeka, maka seluruh tubuhnya adalah aurat,
kecuali wajah dan telapak tangan - Imam Nawawi berkata:
hingga pergelangan tangan - berdasarkan firman Allah 'Dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali apa yang
biasa tampak daripadanya.' Ibnu Abbas berkata, 'Wajahnya dan
kedua telapak tangannya.'3
Disamping itu, karena Nabi saw. 'melarang wanita yang sedang
ihram mengenakan kaos tangan dan cadar'.4 Seandainya wajah
dan telapak tangan itu aurat, niscaya beliau tidak akan
mengharamkan menutupnya. Selain itu, juga karena dorongan
kebutuhan untuk menampakkan wajah pada waktu jual beli,
serta perlu menampakkan tangan untuk mengambil dan
memberikan sesuatu, karena itu (wajah dan tangan) ini tidak
dianggap aurat.
Imam Nawawi menambahkan dalam syarahnya terhadap
al-Muhadzdzab, yaitu al-Majmu', "Diantara ulama Syafi'iyah
ada yang menceritakan atau mengemukakan suatu pendapat bahwa
telapak kaki bukanlah aurat. Al-Muzani berkata, 'Telapak
kaki itu bukan aurat.' Dan pendapat mazhab adalah yang
pertama."5

MAZHAB HAMBALI

Dalam mazhab Hambali kita dapati Ibnu Qudamah mengatakan
dalam kitabnya al-Mughni (1: 601) sebagai berikut: Tidak
diperselisihkan dalam mazhab tentang bolehnya wanita membuka
wajahnya dalam shalat, dan dia tidak boleh membuka selain
wajah dan telapak tangannya. Sedangkan mengenai telapak
tangan ini ada dua riwayat.
Para ahli ilmu berbeda pendapat, tetapi kebanyakan mereka
sepakat bahwa ia boleh melakukan shalat dengan wajah
terbuka. Dan mereka juga sepakat bahwa wanita merdeka itu
harus mengenakan tutup kepalanya jika melakukan shalat, dan
jika ia melakukan shalat dalam keadaan seluruh kepalanya
terbuka, maka ia wajib mengulangmya.
Imam Abu Hanifah berkata, "Kaki itu bukan aurat, karena
kedua kaki itu memang biasanya tampak. Karena itu, ia
seperti wajah."

Imam Malik, al-Auza'i, dan Imam Syafi'i berkata, "Seluruh
tubuh wanita itu adalah aurat kecuali muka dan tangannya,
dan selain itu wajib ditutup pada waktu shalat, karena dalam
menafsirkan ayat ,dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya kecuali apa yang biasa tampak daripadanya,"
Ibnu Abbas berkata, 'Yaitu wajah dan telapak tangan."
Selain itu, karena Nabi saw. melarang wanita berihram
memakai kaus tangan dan cadar. Andaikata wajah dan tangan
itu aurat niscaya beliau tidak akan mengharamkan menutupnya.
Selain itu, karena diperlukan membuka wajah dalam urusan
jual beli, begitupun kedua tangan untuk mengambil (memegang)
dan memberikan sesuatu.

Sebagian sahabat kami berkata, "Wanita itu seluruhnya adalah
aurat, karena diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa wanita itu
aurat." Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan beliau berkata,
"Hadits hasan sahih." Tetapi beliau memberinya rukhshah
(keringanan) untuk membuka wajah dan tangannya karena jika
ditutup akan menimbulkan kesulitan. Dan diperbolehkan
melihatnya pada waktu meminang karena wajah itu merupakan
pusat kecantikan. Dan ini adalah pendapat Abu Bakar
al-Harits bin Hisyam, beliau berkata, "Wanita itu seluruhnya
adalah aurat hingga kukunya."
Demikian keterangan dalam kitab al-Mughni.

MAZHAB-MAZHAB LAIN

Dalam menjelaskan berbagai pendapat ulama tentang masalah
aurat, Imam Nawawi mengatakan dalam kitabnya al-Majmu':
Aurat wanita itu ialah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan
telapak tangannya. Disamping Imam Syafi'i, yang berpendapat
demikian adalah Imam Malik, Abu Hanifah, al-Auza'i, Abu
Tsaur, dan segolongan ulama, serta satu riwayat dari Imam
Ahmad.
Selain itu, Imam Abu Hanifah, Tsauri, dan al-Muzani berkata
"Kedua kakinya juga bukan aurat."

Imam Ahmad berkata, "Seluruh tubuhnya adalah aurat kecuali
wajahnya saja"6
Ini juga merupakan pendapat Daud sebagaimana dikemukakan
dalam Nailul Authar (2: 55).

Adapun Ibnu Hazm, maka beliau mengecualikan wajah dan
telapak tangan, sebagaimana disebutkan dalam al-Muhalla, dan
akan kami kemukakan alasan-alasan yang beliau berikan.
Ini juga merupakan pendapat jamaah sahabat dan tabi'in
sebagaimana yang tampak jelas dalam penafsiran mereka
terhadap ayat "apa yang bisa tampak daripadanya" (an-Nur:
31).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar